SUBURJAGAT.COM | Indramayu
Bupati Indramayu, Jawa Barat, Lucky Hakim, didesak untuk serius menangani polemik sengketa Peraturan Desa (Perdes) hak pakai pasar Desa Wanguk, Kecamatan Anjatan. Kisruh ini menyeret nama Bahar, Kepala Desa Kedungwungu yang berstatus Kuwu Pergantian Antar Waktu (PAW), dan kian memanas bak bara di tumpukan jerami.

Akar masalahnya sederhana tapi klasik, Kuwu Bahar ingin merevitalisasi pasar bekerja sama dengan pihak ketiga, membentuk panitia pembangunan, dan menggulirkan Perdes baru tahun 2025. Di sisi lain, Aliansi Pedagang Pasar (APP) menolak mentah-mentah, berpegang pada Perdes lama dan perjanjian hak guna pasar yang berlaku sejak 2010 hingga 2030. Selama ini, APP mengklaim selalu lancar membayar retribusi yang masuk ke PADes—tapi sejak Bahar menjabat, transparansi anggaran disebut-sebut menjadi barang langka.
Kepala Desa menghilang, Camat membisu, seperti itu kira-kira yang di alami warga. Pada Kamis (7/8/2025), Sekitar 300 pedagang kembali menggelar aksi protes, berjalan dari pasar menuju balai desa Kedungwungu. Harapan mereka sederhana, bertemu langsung dengan Kuwu Bahar untuk mencari titik terang. Tapi yang terjadi, sang kuwu justru “menghilang” dari hadapan massa. Camat Anjatan, Drs. Uus Wuspito, pun ikut mendapat sorotan karena dinilai pasif dan “setia” menjaga kesunyian.

Tolak proyek ‘Aji Mumpung’ seruan yang digaungkan APP. Ketua APP, Edi Winata, A.Md, dalam siaran persnya kepada media menegaskan. “Kami menolak revitalisasi atau relokasi pasar yang kami duga sebagai proyek aji mumpung dari jabatan PAW Kuwu Bahar. Masa berlaku hak pakai pasar kami masih sah hingga 2030,” ujarnya tegas.
Nada serupa datang dari Abdul Latif, mantan pengurus APP Wanguk, “Secara historis dan fakta hukum, APP tetap berjuang menolak program apapun dari Kuwu Bahar terkait pasar Wanguk. Ia mengabaikan tradisi musyawarah dan tidak menghargai sejarah berdirinya pasar ini,” tandasnya.
Jika sengketa ini terus dibiarkan, pasar Wanguk bisa jadi bukan hanya tempat jual beli sayur, tapi juga transaksi janji-janji kosong dan aturan yang bisa diubah seenaknya. Bupati Lucky Hakim kini dihadapkan pada pilihan, turun tangan meredam kisruh, atau sekadar menjadi penonton yang menepuk tangan saat drama hukum dan kepentingan ini mencapai babak puncak. (Sum)