Legal Opinion Bullying Pelajar Pancasila SD Paninggaran Kantor Hukum Bambang Listi Law Firm Advocates Kurator, Mediator & Legal Consultan Hukum

0

SUBURJAGAT.COM | Kabupaten Kuningan

 

Dasar hukum perundungan dan/atau bullying SD Paninggaran,Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa,

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Upaya Kesehatan anak.

 

Keterangan tersebut disampaikan kuasa hukum orang tua korban kasus perundungan dan/atau bullying SD Paninggaran kecamatan Darma kabupaten Kuningan jawabarat.

 

melalui Bambang L.A Hutapea, S.H., M.H.,C.Med.selaku kuasa hukum korban,Rabu 22/5/2024 kepada SUBURJAGAT.COM, di Kuningan,menuturkan

 

“Posisi Kasus,telah terjadi Perundungan dan/atau Bullying terhadap Anak Sekolah Dasar (SD) yang terjadi di salah satu Sekolah Dasar Desa Paninggaran Kecamatan Darma,kabupaten Kuningan jawabarat,

 

sebagai korban Perundungan tersebut adalah seorang kakak beradik yang mana seorang kakak menginjak Kelas 6 SD dan seorang adik baru menginjak kelas 3 SD,

 

pelaku perundungan tersebut adalah teman-teman sebaya dari Korban tersebut,dari bullying tersebut sang korban pun mengalami goncangan psikis yang mengakibatkan sang korban takut untuk kembali bersekolah,

 

hingga akhirnya korban yang berkelas 6 tidak mau mengikuti Ujian Kelulusan dengan teman sebayanya,dia mengikuti ujian tersebut ketika anak-anak sekolah yang lain sudah pulang dan barulah dia mengikuti ujian tersebut sendirian,

 

dan seorang korban yang berkelas 3 pun sama sekali tidak mau melanjutkan sekolahnya, terhitung sudah 9 bulan lamanya korban tidak mau masuk sekolah lagi karena sang anak mengalami ketakutan dan rasa cemas untuk bersosialisasi,

 

hak korban bullying, berdasarkan Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, menyatakan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan kekerasan dan diskriminasi,

 

hal ini juga sudah jelas di atur dalam Undang- Undang perlindungan anak berdasarkan pasal 54 ayat (1) yang menyatakan bahwa anak dalam lingkungan satuan Pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, Psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang di lakukan oleh pendidik,tenaga pendidik, sesama peserta didik atau pihak lain,

 

seorang anak pun mempunyai hak untuk di lindungi,berdasarkan Undang-Undang perlindungan anak pasal 1 ayat (12) menyatakan hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua,Keluarga, masyarakat,negara, pemerintah, dan pemerintah daerah,

 

seorang anak yang menjadi korban bullying berdampak akan mengalami depresi dan kecemasan mental, maka dari itu seorang anak wajib mendapatkan perlindungan kesehatan berdasarkan Pasal 4 Permenkes Nomor 25 Tahun 2014, serta berdasarkan Pasal 59A Huruf B Anak,korban kekerasan psikis wajib mendapatkan pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai dengan pemulihan,”tuturnya

 

masih menurut Bambang “aspek perdata dan pidana bagi pelaku bullying yaitu, 

1. berdasarkan pasal 71D ayat (1) UU Perlindungan anak aspek perdata nya yaitu di berikannya hak kepada anak korban kekerasan (bullying) untuk menuntut ganti rugi materiil/immaterial terhadap pelaku bullying,

2.secara umum bisa mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku bullying atas dasar telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) berdasarkan pasal 1365

KUHPerdata,

 

aspek pidana bagi pelaku bullying yaitu, berdasarkan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014, aspek pidana nya yaitu pelaku pembullyingan dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling hanya 27 juta Rupiah KUHPerdata,

 

Akan tetapi apabila pelaku bullying tersebut

adalah anak di bawah umur,

maka perlu diperhatikan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang wajib mengutamakan pendekatan keadilan resoratif berdasarkan pasal 5 ayat (1) UU SPPA jo pasal 1 ayat (3) Perkapolri Nomor 8 Tahun 2021 

 

berdasarkan pasal 69 ayat (2) jo pasal 82 ayat (1) UU SPPA, jika anak belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan seperti pengembalian kepada orang tua/wali,penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di LPKS, kewajiban mengikuti Pendidikan formal dan/atau pelatihan yang 

diadakan oleh pemerintah atau badan swasta.

 

menurut pasal 21 ayat (1) UU Perlindungan anak jo pasal 20 UU Nomor 14 Tahun 2005, Pemerintah dan pemerintah daerah (Dinas Pendidikan) berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,etnik, budaya dan Bahasa, status hukum, urutan kelahiran,dan kondisi fisik dan/atau mental,”terangnya 

 

Bambang menambahkan “untuk menjamin pemenuhan hak anak tersebut, pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan perlindungan anak,

apabila Seorang Guru Melanggar Kewajiban tersebut, maka terdapat ancaman sanksi administratif berdasarkan Ketentuan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, yaitu sebagai berikut:

Bahwa berdasarkan Pasal 14 Permendikbud Nomor 48 Tahun 2020,

pegawai yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi moral berupa:

1. Pernyataan permohonan maaf yang di tuangkan dalam surat pernyataan permohonan maaf; dan/atau

2. Pernyataan penyesalan yang di tuangkan dalam surat pernyataan penyesalan,

 

1.guru yang di angkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan

kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 20,dikenai sanksi berdasarkan peraturan perundang- undangan,

2. sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:a.Teguran, b.Peringatan tertulis, c. Penundaan pemberian Hak Guru,d.Penurunan Pangkat,e.Pemberhentian dengan hormat; dan f. Pemberhentian tidak dengan hormat 

 

sanki hukum bagi guru,berdasarkan Pasal 76A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menyatakan bahwa setiap orang dilarang

memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosial,

apabila ada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 76A UU 35/2014, maka pelakunya diancam dengan pidana sesuai Pasal 77 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta,

selain itu aspek hukum perdata yaitu dengan mengajukan gugatan terhadap oknum guru yang melakukan tindakan diskriminasi atas dasar perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum,yang membawa kerugian kepada orang lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut,

 

diversi,berdasarkan Pasal 1 ayat (7) UU SPPA menjelaskan diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana,

 

berdasarkan Pasal 6 UU SPPA,Diversi bertujuan:

(a) Mencapai perdamaian antara korban dan anak,(b)menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan,(c)menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan,(d) mendorong masyarakat untuk berpartisipasi,dan (e)menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak,

diversi adalah amanat Undang-Undang SPPA, berdasarkan pasal 7 UU SPPA aparat penegak hukum wajib melaksanakan diversi,

apabila tidak berhasil dalam tingkat penyidikan, jaksa wajib mengadakan diversi. Jika tidak berhasil dalam proses tuntutan,hakim wajib mengadakan diversi, dan jika masih belum berhasil juga, maka berlanjut ke proses pidana.

 

Berdasarkan Pasal 33 ayat (4)Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2015,

apabila dalam hal dikehendaki oleh anak dan/atau orang tua/wali, pelaksanaan musyawarah diversi dapat melibatkan masyarakat yang terdiri atas: tokoh agama, guru,tokoh masyarakat, pendamping dan/atau advokat atau pemberi bantuan hukum,

berdasarkan Pasal 96 UU SPPA, aparat penegak

hukum (APH) yang tidak melaksanakan diversi di

pidana dengan pidana penjara 2 tahun dan

denda paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).”pungkasnya. (D.R)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *